Makalah
POLA PENGASUHAN ANAK DOWN SYNDROME
SEBAGAI WUJUD PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA BERKEBUTUHAN KHUSUS
DALAM KEHIDUPAN KELUARGA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Ilmu Kesejahteraan Keluarga

Oleh :
Naifah
Khairunnisa Imtiyaz 5525142868
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA BUSANA
JURUSAN ILMU KESEJAHTERAAN KELUARGA
FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS NEGERI
JAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Dengan
mengucap puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
ridho-Nya serta memberikan kelancaran dalam pembuatan makalah yang berjudul : “
Pola Pengasuhan Anak Down Syndrome sebagai Wujud Peningkatan Kualitas Sumber
Daya Manusia Berkebutuhan Khusus dalam Kehidupan Keluarga”. Makalah ini dibuat
untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kesejahteraan Keluarga di Program Studi
Pendidikan Tata Busana, Jurusan Ilmu Kesejahteraan Keluarga, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Jakarta.
Dalam
penulisan makalah ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1.
Kedua orang tua yang selalu memberikan motivasi
baik spiritual maupun material.
2.
Dra. Uswatun Hasanah, M.Si. selaku dosen
pembimbing dan pengampu mata kuliah Ilmu Kesejahteraan Keluarga
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, namun penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Akhir kata, penulis
menyampaikan permintaan maaf apabila dalan penulisan makalah ini terdapat
kesalahan.
Jakarta, 15 Desember 2014,
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR
JUDUL ..............................................................................................................
i
KATA
PENGANTAR ..................................................................................................
ii
DAFTAR
ISI .......................................................................................................................... iii
BAB
I. PENDAHULUAN
Latar
Belakang ...................................................................................................
1
Rumusan
Masalah ...................................................................................................
2
Tujuan
Penulisan
...............................................................................................
2
BAB
II. PEMBAHASAN
1. Tentang Down
Syndrome ...........................................................................
3
2. Pola Pengasuhan
yang Tepat bagi Tumbuh dan Kembang Anak Down Syndrome sebagai Wujud Peningkatan
Kualitas Sumber Daya Manusia Berkebutuhan Khusus oleh Keluarga sebagai
Lingkungan Sosial Terkecil.9
a. Proses Penerimaaan
Keadaaan Anak Penyandang Down Syndrome oleh Orang Tua.........................................................................................
9
b. Pola Asuh yang
Tepat bagi Tumbuh Kembang Anak Down Syndrome
................................................................................................
13
c. Bergabung dengan
Komunitas Orang Tua Anak Down Syndrom. 14
3. Prestasi Anak Down
Syndrome sebagai Dampak Pola Pengasuhan yang Tepat bagi Tumbuh dan Kembang Anak
Down Syndrome sebagai Wujud Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
Berkebutuhan Khusus oleh Keluarga sebagai Lingkungan Sosial Terkecil
............................................... 18
BAB
III. PENUTUP
Kesimpulan
.............................................................................................................. 20
Saran
.........................................................................................................................
20
DAFTAR
PUSTAKA .................................................................................................
21
Lampiran
...............................................................................................................................
22
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Down Syndrom (Down syndrome) adalah suatu kondisi keterbelakangan
perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas
perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang
kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Kelainan
genetik yang terjadi pada kromosom 21 pada berkas q22 gen SLC5A3, yang dapat
dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas.
Kelainan
yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental ini pertama
kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang
tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung
yang datar menyerupai orang Mongoloid maka sering juga dikenal dengan mongolisme.
Menurut
penelitian, down syndrome menimpa satu di antara 700 kelahiran hidup atau 1
diantara 800-1000 kelahiran bayi. Diperkirakan saat ini terdapat empat juta
penderita down syndrome di seluruh dunia, dan 300 ribu kasusnya terjadi di
Indonesia. Analisis baru menunjukkan bahwa dewasa ini lebih banyak bayi
dilahirkan dengan down syndrome dibanding 15 tahun lalu. Karena merupakan
suatu kelainan yang tersering yang tidak letal (lemah) pada suatu kondisi
trisomi, maka skrining genetik dan protokol testing menjadi fokus dibidang
obstetri. Kelainan mayor yang sering berhubungan adalah kelainan jantung
30-40%. atresia gastrointestinal, leukimia dan penyakit tiroid. IQ berkisar
25-50. Kenyataannya pada Wanita yang hamil diatas usia 35 th meningkat dengan
cepat menjadi 1 diantara 250 kelahiran bayi. Diatas 40 th semakin meningkat
lagi, 1 diantara 69 kelahiran bayi.
Menilik banyaknya kasus down
syndrome yang ada di Indonesia yaitu hampir 300 kasus (data Indonesia Center
for Biodiversity dan Biotechnology), perlu adanya penanganan khusus dari semua
pihak, mulai dari kelompok sosial paling kecil yaitu keluarga kemudian
lingkungan masyarakat baru kemudian lingkungan pemerintahan suatu negara. Keluarga
sebagai lingkungan pertama dan utama bagi anak penyandang down syndrome menjadi
sangat penting peranannya dalam menangani langsung pertumbuhan dan
perkembangannya.
Pola pengasuhan yang tepat adalah point
penting yang harus diperhatikan demi tumbuh kembang anak down syndrome yang
maksimal. Jika pola pengasuhan sudah tepat, bukan perkara mustahil anak down
syndrome bisa berprestasi dengan baik dalam suatu bidang. Dalam makalah ini
akan dibahas mengenai pola pengasuhan yang tepat bagi anak down syndrome oleh
lingkungan sosial terkecil yaitu keluarga sebagai wujud peningkatan kualitas
sumber daya manusia berkebutuhan khusus.
Rumusan Masalah
1.
Apa down syndrome itu?
2.
Bagaimana pola pengasuhan yang tepat bagi
tumbuh dan kembang anak down syndrome sebagai wujud peningkatan kualitas sumber
daya manusia berkebutuhan khusus oleh keluarga sebagai lingkungan sosial
terkecil?
3.
Bagaimana prestasi anak down syndrome
sebagai dampak pola pengasuhan yang tepat bagi tumbuh dan kembang anak down
syndrome sebagai wujud peningkatan kualitas sumber daya manusia berkebutuhan
khusus oleh keluarga sebagai lingkungan sosial terkecil?
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui apa down syndrome itu.
2.
Untuk mengetahui bagaimana pola pengasuhan
yang tepat bagi tumbuh dan kembang anak down syndrome sebagai wujud peningkatan
kualitas sumber daya manusia berkebutuhan khusus oleh keluarga sebagai
lingkungan sosial terkecil.
3.
Untuk mengetahui bagaimana prestasi anak
down syndrrome sebagai dampak pola pengasuhan yang tepat bagi tumbuh dan
kembang anak down syndrome sebagai wujud peningkatan kualitas sumber daya
manusia berkebutuhan khusus oleh keluarga sebagai lingkungan sosial terkecil.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Tentang
Down Syndrome
Down
Syndrom (Down syndrome) adalah suatu kondisi
keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya
abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan
sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan.
Kelainan genetik yang terjadi pada kromosom 21 pada berkas q22 gen SLC5A3, yang
dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas.
Kromosom merupakan
serat-serat khusus yang terdapat di dalam setiap sel di dalam badan manusia
dimana terdapat bahan-bahan genetik yang menentukan sifat-sifat seseorang.
Selain itu down syndrom disebabkan oleh hasil daripada penyimpangan kromosom
semasa konsepsi. Ciri utama daripada bentuk ini adalah dari segi struktur
muka, ketidakmampuan fisik dan juga waktu hidup yang singkat. Sebagai
perbandingan, bayi normal dilahirkan dengan jumlah 46 kromosom (23 pasang)
yaitu hanya sepasang kromosom 21 (2 kromosom 21). Sedangkan bayi dengan
penyakit down syndrom terjadi disebabkan oleh kelebihan kromosom 21 dimana 3
kromosom 21 menjadikan jumlah kesemua kromosom ialah 47 kromosom. Keadaan ini
melibatkan jantan dan betina (lelaki dan perempuan).
Kelainan yang berdampak
pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental ini pertama kali dikenal pada
tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti
tinggi badan yang relatif pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai
orang Mongoloid maka sering juga dikenal dengan mongolisme. Pada tahun 1970an para ahli
dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak
tersebut dengan merujuk penemu pertama kali sindrom ini dengan istilah sindrom
Down dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama.
Menurut penelitian, down
syndrome menimpa satu di antara 700 kelahiran hidup atau 1 diantara 800-1000
kelahiran bayi. Diperkirakan saat ini terdapat empat juta penderita down
syndrome di seluruh dunia, dan 300 ribu kasusnya terjadi di Indonesia. Analisis
baru menunjukkan bahwa dewasa ini lebih banyak bayi dilahirkan dengan down
syndrome dibanding 15 tahun lalu. Karena merupakan suatu kelainan yang
tersering yang tidak letal pada suatu kondisi trisomi, maka skrining genetik
dan protokol testing menjadi fokus dibidang obstetri. Kelainan mayor yang
sering berhubungan adalah kelainan jantung 30-40%. atresia gastrointestinal,
leukimia dan penyakit tiroid. IQ berkisar 25-50. Kenyataannya pada wanita yang
hamil diatas usia 35 th meningkat dengan cepat menjadi 1 diantara 250 kelahiran
bayi. Diatas 40 th semakin meningkat lagi, 1 diantara 69 kelahiran bayi.
Faktor Resiko
dan Penyebab. Penyebab
yang spesifik belum diketahui, tetapi kehamilan oleh ibu yang berusia diatas 35
tahun beresiko tinggi memiliki anak syndrom down. Karena diperkirakan terdapat
perubahan hormonal yang dapat menyebabkan “non-disjunction” pada kromosom yaitu
terjadi translokasi kromosom 21 dan 15. Hal ini dapat mempengaruhi pada proses
menua. Bagi
ibu-ibu yang berumur 35 tahun keatas, semasa mengandung mempunyai risiko yang
lebih tinggi untuk melahirkan anak Down Syndrom. Sembilan puluh lima penderita
down syndrom disebabkan oleh kelebihan kromosom 21. Keadaan ini disebabkan oleh
“non-dysjunction”
kromosom yang terlibat yaitu kromosom 21 dimana semasa proses pembahagian sel
secara mitosis pemisahan kromosom 21 tidak berlaku dengan sempurna.
Di kalangan 5 % lagi,
kanak-kanak down syndrom disebabkan oleh mekanisme yang dinamakan “Translocation“. Keadaan
ini biasanya berlaku oleh pemindahan bahan genetik dari kromosom 14 kepada
kromosom 21. Bilangan kromosomnya normal yaitu 23 pasang atau jumlah ke semuanya
46 kromosom. Mekanisme ini biasanya berlaku pada ibu-ibu di peringkat umur yang
lebih muda. Sebahagian kecil down syndrom disebabkan oleh mekanisma yang
dinamakan “mosaic”.
Angka kejadian
down syndrome dikaitkan dengan usia ibu saat kehamilan:
·
15-29 tahun – 1 kasus dalam 1500
kelahiran hidup
·
30-34 tahun – 1 kasus dalam
800 kelahiran hidup
·
35-39 tahun – 1 kasus dalam
270 kelahiran hidup
·
40-44 tahun – 1 kasus dalam 100
kelahiran hidup
·
Lebih 45 tahun – 1 kasus dalam 50
kelahiran hidup
Manifestasi
klinis . Gejala
yang muncul akibat sindrom down dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak
sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas.
·
Penderita dengan tanda khas sangat mudah
dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang
relatif kecil dari normal (microchephaly)
dengan bagian anteroposterior kepala mendatar.
·
Sifat pada kepala, muka dan leher : Mereka
mempunyai paras muka yang hampir sama seperti muka orang Mongol.
·
Pada bagian wajah biasanya tampak sela
hidung yang datar. Pangkal hidungnya kemek. Jarak diantara 2 mata jauh dan
berlebihan kulit di sudut dalam. Ukuran mulut adalah kecil dan ukuran lidah
yang besar menyebabkan lidah selalu terjulur. Mulut yang mengecil dan lidah
yang menonjol keluar (macroglossia). Pertumbuhan
gigi lambat dan tidak teratur. Paras telinga adalah lebih rendah. Kepala
biasanya lebih kecil dan agak lebar dari bahagian depan ke belakang. Lehernya
agak pendek.
·
Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut
bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal
folds) (80%), white Brushfield spots di sekililing
lingkaran di sekitar iris mata (60%), medial epicanthal folds,
keratoconus, strabismus, katarak (2%), dan retinal detachment.
Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea
·
Manifestasi mulut : gangguan engunyah
menelan dan bicara. scrotal tongue, rahang atas kecil (hypoplasia
maxilla), keterlambatan pertumbuha gigi, hypodontia, juvenile
periodontitis, dan kadang timbul bibir sumbing
·
Hypogenitalism (penis0, scrotum, dan
testes kecil), hypospadia, cryptorchism, dan keterlambatan perkembangan
pubertas
·
Manifestasi kulit : kulit lembut, kering
dan tipis, Xerosis (70%), atopic dermatitis (50%), palmoplantar
hyperkeratosis (40-75%), dan seborrheic dermatitis (31%), Premature wrinkling
of the skin, cutis marmorata, and acrocyanosis, Bacteria infections, fungal
infections (tinea), and ectoparasitism (scabies), Elastosis perforans
serpiginosa, Syringomas, Alopecia areata (6-8.9%), Vitiligo, Angular cheilitis
·
Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya
berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari
pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar.
·
Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak
keriput (dermatoglyphics).
·
Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan
gangguan atau bahkan kerusakan pada sistem organ yang lain. Pada bayi baru lahir kelainan dapat
berupa congenital heart disease.
kelainan ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan
cepat. Masalah jantung yang paling kerap berlaku ialah jantung berlubang
seperti Ventricular Septal Defect (VSD) yaitu jantung berlubang diantara bilik
jantung kiri dan kanan atau Atrial Septal Defect (ASD) yaitu jantung berlubang
diantara atria kiri dan kanan. Masalah lain adalah termasuk salur ateriosis
yang berkekalan (Patent Ductus Ateriosis / PDA). Bagi kanak-kanak down syndrom
boleh mengalami masalah jantung berlubang jenis kebiruan (cynotic spell) dan
susah bernafas.
·
Pada sistem pencernaan dapat ditemui
kelainan berupa sumbatan pada esofagus (esophageal
atresia) atau duodenum (duodenal
atresia).
·
Saluran esofagus yang tidak terbuka
(atresia) ataupun tiada saluran sama sekali di bahagian tertentu esofagus.
Biasanya ia dapat dekesan semasa berumur 1 – 2 hari dimana bayi mengalami
masalah menelan air liurnya. Saluran usus kecil duodenum yang tidak terbuka
penyempitan yang dinamakan “Hirshprung Disease”. Keadaan ini disebabkan sistem
saraf yang tidak normal di bagian rektum. Biasanya bayi akan mengalami masalah
pada hari kedua dan seterusnya selepas kelahiran di mana perut membuncit dan
susah untuk buang air besar. Saluran usus rectum atau bagian usus yang
paling akhir (dubur) yang tidak terbuka langsung atau penyempitan yang
dinamakan “Hirshprung Disease”. Keadaan ini disebabkan sistem saraf yang tidak
normal di bagian rektum. Biasanya bayi akan mengalami masalah pada hari kedua
dan seterusnya selepas kelahiran di mana perut membuncit dan susah untuk buang
air besar Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut
biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada
bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak
dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan
hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko
melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi.
·
Sifat pada tangan dan lengan : Sifat-sifat
yang jelas pada tangan adalah mereka mempunyai jari-jari yang pendek dan jari
kelingking membengkok ke dalam. Tapak tangan mereka biasanya hanya terdapat
satu garisan urat dinamakan “simian crease”.
·
Tampilan kaki : Kaki agak pendek dan
jarak di antara ibu jari kaki dan jari kaki kedua agak jauh terpisah dan tapak
kaki.
·
Tampilan klinis otot : mempunyai
otot yang lemah menyebabkan mereka menjadi lembik dan menghadapi masalah lewat
dalam perkembangan motor kasar. Masalah-masalah yang berkaitan Kanak-kanak down
syndrom mungkin mengalami masalah kelainan organ-organ dalam terutama sekali
jantung dan usus.
·
Down syndrom mungkin mengalami masalah
Hipotiroidism yaitu kurang hormon tairoid. Masalah ini berlaku di kalangan 10 %
kanak-kanak down syndrom.
·
Down syndrom mempunyai ketidakstabilan di
tulang-tulang kecil di bagian leher yang menyebabkan berlakunya penyakit lumpuh
(atlantoaxial instability) dimana ini berlaku di kalangan 10 % kanak-kanak down
syndrom.
·
Sebagian kecil mereka mempunyai risiko
untuk mengalami kanker sel darah putih yaitu leukimia.
·
Pada otak penderita sindrom Down, ditemukan
peningkatan rasio APP (amyloid
precursor protein) seperti pada penderita Alzheimer.
·
Masalah Perkembangan Belajar. Down
syndrom secara keseluruhannya mengalami keterbelakangan perkembangan dan
kelemahan akal. Pada peringkat awal pembesaran mereka mengalami masalah lambat
dalam semua aspek perkembangan yaitu lambat untuk berjalan, perkembangan motor
halus dan bercakap. Perkembangan sosial mereka agak menggalakkan menjadikan
mereka digemari oleh ahli keluarga. Mereka juga mempunyai sifat periang.
Perkembangan motor kasar mereka lambat disebabkan otot-otot yang lembek tetapi
mereka akhirnya berjaya melakukan hampir semua pergerakan kasar.
·
Gangguan tiroid
·
Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga
berulang dan otitis serosa
·
Usia 30 tahun menderita demensia
(hilang ingatan, penurunan kecerdasan danperubahan kepribadian)
·
Penderita down syndrome sering mengalami
gangguan pada beberapa organ tubuh seperti hidung, kulit dan saluran cerna yang
berkaitan dengan alergi. Penanganan alergi pada penderita down syndrome dapat
mengoptimakan gangguan yang sudah ada.
·
44 % syndrom down hidup sampai 60 tahun dan
hanya 14 % hidup sampai 68 tahun. Tingginya angka kejadian penyakit jantung
bawaan pada penderita ini yang mengakibatkan 80 % kematian. Meningkatnya resiko
terkena leukimia pada syndrom down adalah 15 kali dari populasi normal.
Penyakit Alzheimer yang lebih dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur
44 tahun.
2. Pola Pengasuhan yang Tepat bagi Tumbuh dan Kembang Anak Down Syndrome sebagai Wujud Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Berkebutuhan Khusus oleh Keluarga sebagai Lingkungan Sosial Terkecil
a. Proses Penerimaaan Keadaaan Anak Penyandang Down Syndrome oleh Orang Tua
Anak berkebutuhan khusus (down syndrome) perlu mendapatkan perhatian baik dalam pendidikan maupun penanganan sepanjang fase hidupnya karena berbagai hambatan yang mereka miliki. Perhatian tersebut selain bersifat formal juga termasuk perhatian yang bersifat afektif berupa penerimaan dan kesiapan pola asuh
Anak
down syndrom memerlukan perhatian yang lebih banyak dari orang tua (keluarga)
sebagai lingkungan sosial pertama dan utama bagi anak terutama ibu yang
terlibat langsung dalam kepengasuhan anak sepanjang hari. Peranan seorang ibu
bahkan sangat kompleks melihat karakteristik anak down syndrome yang sangat
khusus dan sangat individual. Konteks anak berkebutuhan khusus (down syndrom)
mengharapkan seorang ibu mampu menjadi tokoh yang berkenaan dengan pelayanan
dan penanganan terhadap anak (Hewet & Frank D. 1968), yaitu :
·
Sebagai pendamping utama (as aids), yaitu
sebagai pendamping utama dalam membantu tercapainya tujuan layanan penanganan
dan pendidikan anak.
·
Sebagai advokat (as advocates), yaitu
mengerti, mengusahakan, dan menjaga hak anak dalam kesempatan mendapat
penanganan dan pendidikan sesuai dengan karakteristik khususnya.
·
Sebagai sumber (as resources), menjadi
sumber data yang lengkap dan benar mengenai diri anak dalam usaha intervensi
perilaku anak.
·
Sebagai guru (as teacher). Berperan menjadi
pendidik bagi anak dalam kehidupan sehari-hari di luar jam sekolah.
·
Sebagai diagnistisian (as diagnosticians),
penentu karakteristik dan jenis kebutuhan khusus dan kemampuan melakukan
treatment, terutama di luar jam sekolah.
Di
samping itu, peran ibu menjadi sangat penting karena ibu memiliki andil yang
sangat besar dalam menciptakan situasi positif di rumah yang mendukung
penanganan anak berkebutuhan khusus (down syndrome). Suasana positif disekitar
lingkungan anak inilah yang menentukan keberhasilan belajar anak (Barton and
Coley 1992 dalam Price et al., 2002 dalam Pujaningsih 2006)
Orang
tua pada umumnya memiliki harapan yang positif mengenai anak keturunannya.
Namun pada kenyataannya anak keturunannnya merupakan anak dengan karakteristik
berkebutuhan khusus yang pada akhirnya menjadi pukulan tersendiri bagi orang
tua terlebih bagi ibu yang mengandung dan melahirkannya. Mahoney dkk 1992 dalam
Smith 1998 dalam Pujaningsih 2006 mengatakan bahwa orang tua anak berkebutuhan
khusus mengalami tekanan yang lebih besar dibandingkan orang tua dengan
anak-anak yang tidak mengalami kelainan. Kekuatan dan ketabahan ibu kembali
teruji ketika ibu tidak seharusnya hanyut dalam situasi sedih dan putus asa
oleh kenyataan tersebut, karena ibu selayaknya segera berpikir mengenai apa
yang sebaiknya dilakukan dalam menyertai tumbuh kembang anak down syndrome.
Sikap
menerima merupakan sikap kunci yang akan mengantar ibu pada usaha yang lebih
optimal dalam memberi penanganan terhadap anaknya yang berkebutuhan khusus
(down syndrome). Penerimaan diartikan sebagai suatu sikap yang mampu memandang
kebutuhan khusus anak dengan jernih dan menerima anak sebagaimana
keberadaannya, beserta kekurangan dan kelebihan anak (Janet W. Lerner &
Frank Kline. 2006)
Sebelum
penerimaaan terhadap anak down syndrom menjadi sikap seorang ibu, beberapa fase
dinamika psikologis sering dirasakan. Fase-fase tersebut menurut Janet W.
Lerner & Frank Kline, 2006 adalah sebagai berikut :
1.
Fase Shock, yaitu suatu perasaan seperti
terkaget hingga seolah mati rasa sejenak yang biasa dirasakan orangtua (ibu)
ketika menegtahui untuk pertama kali bahwa anaknya mengalami kebutuhan khusus.
2.
Fase ketidakpercayaan, yaitu perasaan
orangtua (ibu) berupa ketidakpercayaan akan diagnosis kebutuhan khusus pada
diri anaknya.
3.
Fase penolakan atau penyangkalan, yaitu
perasaan menyangkal kesadaran orang tua (ibu) bahwa anaknya mengalami kebutuhan
khusus dan usaha untuk mencari diagnosis banding.
4.
Fase marah, yaitu perasaan penyangkalan
yang meledak bersamaan dengan kondisi kebutuhan khusus anak yang semakin nyata.
5.
Fase tawar-menawar (bargaining), yaitu
perasaan mulai menyetujui diagnosis kebutuhan khusus anaknya dan mulai
memutuskan bahwa dedikasi adalah sikap yang baik untuk meminimalisir efek
kebutuhan khusus anaknya.
6.
Fase depresi, yaitu perasaan yang muncul
ketika orangtua (ibu) telah merasa melakukan banyak hal untuk mengatasi masalah
kebutuhan khusus anaknya dan merasa putus asa.
Fase
– fase sikap ibu terhadap keberadaan anaknya yang berkebutuhan khusus memang
tidak selalu sama. Problem komplek dan individual pada diri anak berkebutuhan
khusus menjadikan masalah yang sangat bervariatif. Situasi dan dukungan
lingkungan pun akan mendukung munculnya sikap positif ibu dalam merespon
keberadaan anaknya yang berkebutuhan khusus.
Apabila
penerimaan sebagai sikap positif telah tumbuh pada diri ibu, maka ibu akan
dapat membuat keputusan yang logis dan tidak emosional mengenai bagaimana
seharusnya anak diasuh dan ditangani, atau menempatkan anak dalam layanan
tumbuh kembang dan pendidikan yang sesuai hingga kemudian anak diterima hidup
secara normal di lingkungannya, beserta segala hak dan kewajibannya (Janet W.
Lerner & Frank Kline. 2006).
Adapun
kesiapan asuh seorang ibu terhadap anaknya yang berkebutuhan khusus idealnya
dimiliki semenjak ibu mengetahui kondisi anaknya yang sebenarnya. Dalam
berbagai setting kultur, pola asuh, dan interaksi orang tua terhadap anak
sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak, dan juga penting dalam
perkembangan psikososial anak, berkebutuhan khusus sekalipun.
Menurut
Engle dan Henry N. Ricciuti kesiapan asuh ibu meliputi :
1.
Kecepatan respon, sensitivitas, dan
konsistensi dalam menanggapi gejala kelainan atau kebutuhan khusus anak.
2.
Kehangatan, kasih sayang, dan penerimaan
yang merupakan refleksi dari keberhasilan ibu dalam menyeimbangkan perasaan
negatif dan positif akan kondisi anak yang tidak sesuai harapan.
3.
Keterlibatan penuh dengan anak dalam setiap
tahap perkembangan anak dengan menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran sebisa
mungkin untuk menyertai kegiatan anak.
4.
Mendorong kemandirian, daya eksplorasi, dan
kemampuan belajar fisik- motorik, mental, sosial kemandirian, dan kepercayaan
diri sesuai dengan potensi yang dimiliki anak berkebutuhan khusus.
Begitu
besar efek penerimaan dan kesiapan pola asuh ibu terhadap anak berkebutuhan
khusus. Salah satu efek tersebut adalah keberlangsungan dan keberhasilan
pengasuhan dan penanganan anak berkebutuhan khusus. Penerimaan ibu akan anaknya
yang berkebutuhan khusus akan menumbuhkan motivasi tersendiri bagi ibu untuk
mengetahui kondisi anaknya secara benar dan detail. Pengetahuan yang benar
mengenai karakteristik khusus anak tersebut dapat membantu ibu dalam
mempersiapkan pengasuhan yang benar dan sesuai bagi anak. Pada usia tumbuh
kembang misalnya, pengetahuan ibu
mengenai kondisi anaknya akan memaksimalkan tumbuh kembang anak sesuai potensi
yang tersisa, dan mencegah kelainan penyerta. Demikian pula ketika anak
berkebutuhan khusus memasuki usia sekolah, penerimaan positif dan kesiapan asuh
ibu terhadap anak akan membantu kemajuan akademik maupun perkembangan lain pada
diri anak.
b. Pola Asuh yang Tepat bagi Tumbuh Kembang Anak Down Syndrome
Sampai
saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi
down syndrom. Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat
mengalami kemunduran dari sistem penglihatan, pendengaran maupun kemampuan
fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus
mendapatkan dukungan maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan
sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik
fisik maupun mentalnya.
Walaupun
secara jumlah meningkat, namun penderita down syndrome lebih banyak yang
berprestasi dan hidup lebih lama dibanding orang dengan kehidupan yang lebih
berkecukupan. Dengan kata lain, harapan hidup dan mutu kehidupan para penderita
down syndrome jauh meningkat beberapa tahun terakhir ini. Perbaikan kualitas
hidup pengidap down sindrom dapat terjadi berkat perawatan kesehatan,
pendekatan pengajaran, serta penanganan yang efektif.
Stimulasi
sedini mungkin kepada bayi down syndrome, terapi bicara, olah tubuh, karena
otot-ototnya cenderung lemah. Memberikan rangsangan-rangsangan dengan
permainan-permainan layaknya pada anak balita normal, walaupun respons dan daya
tangkap tidak sama, bahkan mungkin sangat minim karena keterbatasan
intelektualnya. Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk
memberi lingkungan yang memadai bagi anak dengan syndrom down, bertujuan untuk
latihan motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa.
Selain itu agar anak mampu mandiri seperti berpakaian, makan, belajar, BAB/BAK,
mandi, yang akan memberi anak kesempatan.
Pada
umumnya kelebihan anak down syndrome adalah penurut, periang, rajin, tepat
waktu. Untuk anak yang sudah mendapat pendidikan atau terapi, mereka sangat
menyenangi hal-hal yang rutin. Jadi, mereka lebih disiplin dari anak-anak biasa
sehingga bila sudah diberikan suatu jadwal kegiatan tiap hari, mereka akan
sangat ngotot untuk melakukan jatahnya, walaupun orang tua berusaha untuk
menjelaskan, kadang-kadang malah membuatnya sedih dan ngambek. Ini juga karena
intelektual anak yang kurang sehingga belum mempunyai pengertian yang baik.
Berbagai
bentuk terapi dapat digunakan untuk menstimulasi tumbuh dan kembang anak down
syndrome, seperti ;
·
Fisio Terapi
Penanganan fisioterapi menggunakan tahap
perkembangan motorik kasar untuk mencapai manfaat yang maksimal dan
menguntungkan untuk tahap perkembangan yang berkelanjutan. Tujuan dari fisioterapi
disini adalah membantu anak mencapai perkembangan terpenting secara maksimal
bagi sang anak, yang berarti bukan untuk menyembuhkan penyakit down
syndromenya. Dan ini harus dikomunikasikan sejak dari awal antara fisioterapis
dengan pengasuhnya supaya tujuan terapi tercapai.
Fisioterapi pada Down Syndrom adalah membantu anak
belajar untuk menggerakkan tubuhnya dengan cara/gerakan yang tepat (appropriate
ways). Misalkan saja hypotonia pada anak dengan Down Syndrome dapat menyebabkan
pasien berjalan dengan cara yang salah yang dapat mengganggu posturnya, hal ini
disebut sebagai kompensasi.
Tanpa fisioterapi sebagian banyak anak dengan Down
Syndrome menyesuaikan gerakannya untuk mengkompensasi otot lemah yang
dimilikinya, sehingga selanjutnya akan timbul nyeri atau salah postur.
Tujuan fisioterapi adalah untuk mengajarkan pada anak
gerakan fisik yang tepat. Untuk itu diperlukan seorang fisioterapis yang ahli
dan berpengetahuan dalam masalah yang sering terjadi pada anak Down syndrome
seperti low muscle tone, loose joint dan perbedaan yang terjadi pada
otot-tulangnya.
Fisioterapi dapat dilakukan seminggu sekali
untuk terapi, tetapi terlebih dahulu fisioterapi melakukan pemeriksaan dan
menyesuaikan dengan kebutuhan yang dibutuhkan anak dalam seminggu. Disini peran
orangtua sangat diperlukan karena merekalah nanti yang paling berperan dalam
melakukan latihan dirumah selepas diberikannya terapi. Untuk itu sangat
dianjurkan untuk orangtua atau pengasuh mendampingi anak selama sesi terapi
agar mereka mengetahui apa-apa yg harus dilakukan dirumah.
·
Terapi Wicara
Suatu terapi yang di perlukan untuk anak Down Syndrome
yang mengalami keterlambatan bicara dan pemahaman kosakata
·
Terapi Okupasi
Terapi ini diberikan untuk melatih anak dalam hal
kemandirian, kognitif/pemahaman, kemampuan sensorik dan motoriknya. Kemandirian
diberikan kerena pada dasarnya anak Down Syndrome tergantung pada orang lain
atau bahkan terlalu acuh sehingga beraktifitas tanpa ada komunikasi dan tidak
memperdulikan orang lain. Terapi ini membantu anak mengembangkan kekuatan dan
koordinasi dengan atau tanpa menggunakan alat.
·
Terapi Remedial
Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan
kemampuan akademis dan yang dijadikan acuan terapi ini adalah bahan-bahan
pelajaran dari sekolah biasa.
·
Terapi Sensori Integrasi
Sensori Integrasi adalah ketidakmampuan mengolah
rangsangan / sensori yang diterima. Terapi ini diberikan bagi anak Down Syndrome
yang mengalami gangguan integrasi sensori misalnya pengendalian sikap tubuh,
motorik kasar, motorik halus dll. Dengan terapi ini anak diajarkan melakukan
aktivitas dengan terarah sehingga kemampuan otak akan meningkat.
·
Terapi Tingkah Laku
(Behaviour Theraphy)
Mengajarkan anak Down Syndrome yang sudah berusia lebih
besar agar memahami tingkah laku yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan
norma-norma dan aturan yang berlaku di masyarakat.
·
Terapi alternatif
Penaganan yang dilakukan oleh orangtua tidak hanya
penanganan medis tetapi juga dilakukan penanganan alternatif. hanya saja terapi
jenis ini masih belum pasti manfaatnya secara akurat karena belum banyak
penelitian yang membuktikan manfaatnya, meski tiap pihak mengklaim dapat
menyembuhkan down syndrome . Orang tua harus bijaksana memilih terapi
alternatif ini, jangan terjebak dengan janji bahwa down syndrome pada sang anak
akan bisa hilang karena pada kenyataannya tidaklah mungkin down syndrome
bisa hilang. Down syndrome akan terus melekat pada sang anak. Yang bisa orang
tua lakukan yaitu mempersempit jarak perbedaan perkembangan antara anak down
syndrome dengan anak yang normal. Terapi alternatif tersebut di antaranya
adalah :
a.
Terapi Akupuntur
Terapi ini dilakukan dengan cara menusuk
titik persarafan pada bagian tubuh tertentu dengan jarum. Titik syaraf yang
ditusuk disesuaikan dengan kondisi sang anak.
b.
Terapi Musik
Anak dikenalkan nada, bunyi-bunyian, dll.
Anak-anak sangat senang dengan musik maka kegiatan ini akan sangat menyenangkan
bagi mereka dengan begitu stimulasi dan daya konsentrasi anak akan meningkat
dan mengakibatkan fungsi tubuhnya yang lain juga membaik.
c.
Terapi Lumba – Lumba
Terapi ini biasanya dipakai bagi anak Autis
tapi hasil yang sangat mengembirakan bagi mereka bisa dicoba untuk anak down
syndrome. Sel-sel saraf otak yang awalnya tegang akan menjadi relaks ketika
mendengar suara lumba-lumba.
d.
Terapi Craniosacral
Terapi dengan sentuhan tangan dengan
tekanan yang ringan pada syaraf pusat. Dengan terapi ini anak down syndrome
diperbaiki metabolisme tubuhnya sehingga daya tahan tubuh lebih meningkat.
c. Bergabung dengan Komunitas Orang Tua
Anak Down Syndrome
Tidak ada yang tidak
bisa dilakukan anak-anak down syndrome
, terutama dalam hal keterampilan. Selama orang tua terus mendorong dan
membantunya menstimulasi tumbuh kembang anak, mereka bisa melakukan banyak hal.
Cukup sertakan mereka dalam berbagai permainan, olahraga, kesenian, dan lain
sebagainya.
Diperlukan waktu
tambahan agar anak down syndrome dapat belajar dan menguasai sebuah
keterampilan. Namun, dengan dorongan yang besar dari orang tua, anak dapat
belajar bahwa keterampilan itu sangat penting untuk kelangsungan hidupnya.
Jika anak-anak normal
lainnya bisa mempelajari hal mudah secara otodidak, mungkin tidak demikian
dengan anak down syndrome. Untuk sekadar bisa merangkak atau makan sendiri,
orang tua harus lebih banyak meluangkan waktu. Dukungan dan kesabaran orang tua
akan sangat membantunya untuk bisa hidup mandiri di masa dewasanya nanti.
Berbagai lika-liku
mengasuh anak pasti banyak dialami orang tua, terlebih bagi orang tua anak
berkebutuhan khusus seperti down syndrome. dalam mengatasi berbagai masalah,
motivasi adalah kunci terpenting bagi manusia untuk tetap tegar dan tabah dalam
menjalani masalah dalam hidupnya. Selain
dukungan dari pasangan, keluarga, dan teman, mencoba untuk bergabung
dengan kelompok pendukung yang menyediakan informasi dan pemahaman mengenai
masalah down syndrome merupakan
hal yang bijak dan tepat. Dalam komunitas tersebut, orang tua dapat bertemu dan
saling berbagi informasi maupun motivasi dengan orang tua lain yang
berpengalaman sama.
3.
Prestasi
Anak Down Syndrome sebagai Dampak Pola Pengasuhan yang Tepat bagi Tumbuh dan
Kembang Anak Down Syndrome sebagai Wujud Peningkatan Kualitas Sumber Daya
Manusia Berkebutuhan Khusus oleh Keluarga sebagai Lingkungan Sosial Terkecil
Setiap
anak yang lahir ke dunia adalah anugerah Tuhan yang harus di jaga, dirawat, dan
dipelihara dengan baik. Bagaimanapun kondisi dan keadaan si bayi saat
dilahirkan, mereka akan tetap membawa kebahagiaan bagi keluarganya. Tidak
terkecuali bagi anak yang terlahir dengan down syndrome.
Dengan
kegigihan dalam merawat dan mendidik anak down syndrome oleh orang tuanya maka
si anak akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang mandiri, bahkan dapat
berprestasi dibidangnya.
Anak
dengan down syndrome memang memiliki kekurangan dalam perkembanga otak kirinya,
namun otak kanannya berkembang dengan cukup baik. Karena itu, sangat dibutuhkan
peran besar orang tua dalam membantu, mengarahkan dan membekali perkembangannya
secara optimal. Berikut beberapa kisah anak berkebutuhan khusus yang sukses
meraih mimpi dan menjadikan down syndrome bukan sebagai halangan bagi mereka
untuk berprestasi.
Stephanie
Handoyo, anak penderita down syndrome berusia 18 tahun yang berhasil memecahkan
rekor MURI sebagai pemain piano yang mampu membawakan 23 lagu berturut-turut
dalam sebuah acara musik di Semarang Jawa Tengah.
Katie
Henderson, seorang fashion ilustrator berusia 30 tahun yang terlahir down
syndrome, namun tidak membuatnya berhenti dan patah semangat dalam berkarir.
Reviera
Novitasari, seorang anak perempuan yang berhasil menunjukan bahwa ia berbeda
dengan anak – anak down syndrome lainnya dengan berhasil mendapatkan medali
perunggu renang 100 m gaya dada pada kejuaraan renang internasional di Canberra
Australia 11-13 April 2008.
Samuel
Santoso, seorang anak berkebutuhan khusus yang sukses memperoleh penghargaan
dari MURI sebagai pelukis penyandang down syndrome yang pertama menggelar 50
karya lukisan dalam pameran lukisannya.
Michael
Rosihan Yacub, remaja berusia 20 tahun yang berhasil meraih rekor MURI dengan
menjadi satu-satunya pegolf muda yang memiliki down syndrome dan bertanding
melawan pegolf normal. Ia mampu mendalami olahraga golf yang membutuhkan
konsentrasi tinggi dengan IQ hanya 35.
Lauren
Potter, anak perempuan penyandang down syndrome dari Amerika yang berhasil
menjadi artis dan berperan dalam beberapa film besar, seperti Glee.
Tim
Harris, remaja laki – laki yang memiliki down syndrome, namun berhasil
membangun bisnis restorannya sendiri.
Down
Syndrome bukanlah penghalang untuk berprestasi, “Down Syndrome : Keterbatasan
atau Kemungkinan?” bahwa dengan pendekatan yang tepat, semua anak dapat
berkarya sesuai dengan potensi mereka masing-masing.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Down
Syndrome bukanlah penghalang untuk berprestasi, “Down Syndrome : Keterbatasan
atau Kemungkinan?” bahwa dengan pendekatan yang tepat, semua anak dapat
berkarya sesuai dengan potensi mereka masing-masing.
Pola
asuh yang tepat dan bijak serta peran keluarga sebagai lingkungan sosial
terkecil menjadi penting adanya dalam menciptakan insan-insan yang bersumber
daya tinggi termasuk anak yang berkebutuhan khusus seperti anak down syndrome.
Saran
Bukan
hal mudah bagi orang tua dalam menerima anak yang terlahir down syndrome, akan
tetapi berusaha untuk bangkit dan tidak terlarut dalam kesedihan adalah langkah
awal yang positif dalam menerima keadaan anak. Dengan kegigihan dalam merawat
dan mendidik anak down syndrome, adalah hal nyata bila pada akhirnya anak
tersebut dapat berprestasi hebat.
Daftar Pustaka
Hewett & Frank D. (1968). The
Emotionally Disturbed Child in The Classroom. USA : Ellyn and Bacon .Inc.
Janet W. Lerner & Frank Kline. (2006). Learning disability and Related Disorders Characteristic and Teaching
Stategies 10 th. Boston New York : Houghton Mifflin Company
Klik Anak Online. 2010. Down Syndrome : Deteksi Dini, Pencegahan, dan Penatalaksanaan Sindrom Down. http://www.klinikanak.com
Lejeune J, Gautier M, Turpin R. [Study of somatic chromosomes from 9
mongoloid children.] Article in French. C R Hebd Seances Acad Sci. Mar 16 1959
Patrice L.Engle dan Henry N. Ricciuti. Tanpa Tahun. Psychosocial aspect of care and nutrition. Diakses pada tanggal 28
Mei 2008 dari http://www.unu.edu
Pujaningsih. 2006. Penanganan Anak
Berkesulitan Belajar : Sebuah Pendekatan Kolaborasi dengan Orangtua. Jurnal
Pendidikan Khusus Vol 2 November 2006 ; Jurusan Pendidikan Luar Biasa FIP UNY.
Hal :85.
Lampiran
Stephanie
Handoyo Katie Henderson
Dokumentasi The Jakarta Post 19 Juli 2012 Dokumentasi Gambar misskatieskreation.com
Reviera Novitasari Samuel
Santoso
Dokumentasi Kompas.com Dokumentasi Kapanlagi.com
Michael Rosihan Yacub Lauren
Potter
Dokumentasi indonesia.sinchew.com.my Dokumentasi wetpaint.com
Tim Harris
Dokumentasi People.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar